Pemilik Blog

Foto saya
"JADILAH PETUALANG SEJATI. MAKA, KEGAIRAHAN HIDUP DI ATAS SEGALA TRAGEDI, MENGUBAH MAUT MENJADI SUATU KENIKMATAN"

Rabu, 13 November 2013

Andi Dan Rena. "Menahan Kepergianmu Itu Bukan Pilihan"

Kamu, Rena..

Seharusnya aku yang harus lebih peka dalam membaca sebuah isyarat.  
Dan terlambat menyadari bahwa dekat ini tak lagi erat.
Seharusnya aku yang lebih memahami. 
Bahwa di balik tajam tatapan matamu, ada gundah yang memaksamu untuk tak lagi singgah.
Atau di balik senyummu yang sering mengusik imaji, 
ada resah yang membawamu menuju kehilangan sebuah arah.
Ah sudahlah, jika sudah tak sejalan memang ada kalanya untuk merelakan sebuah kepergian.
Memintamu untuk kembali? Ibarat menggenggam sebuah belati. 
Semakin erat aku menahanmu, semakin pedih pula jika kau telah berlalu.
Seiring waktu yang berlalu, kita kan temukan jalan yang lebih baik.. Semoga..

Bersama lagi? 
Ah aku tak terlalu peduli, aku hanya ingin berterima kasih karena kau pernah mencintaiku dulu..
Pernah kita menjadi dua jauh yang saling mendekatkan. 
Dua kelemahan yang saling menguatkan. 
Bahkan dua do’a yang senantiasa menghangatkan, dalam sebuah kisah, dalam sebuah kasih.
Aku tak memintamu untuk mengingat jika kau terlalu bahagia dengan apa yang kau jalani sekarang.
Seharusnya kita saling mendewasakan, bukan terlalu sibuk menipu diri dalam sebuah ikatan..
Dan bukan berarti dengan membuka semua kotak kenangan, seseorang belum sanggup untuk melupakan. 
Mungkin perlahan lahan, ia mulai mengikhlaskan..
                               
                                                           Andi dan Rena, dalam getir dunia mereka.



Jumat, 08 November 2013

Merbaboe 5-6 Oktober 2013. Senja dan Anginmu.

“Angin itu tak terlalu jelas darimana asalnya. Entah dari kaki bukit atau puncak gunung, aku tak terlalu paham. Malam itu, diatas 2700 Mdpl, Merbabu berikan kisah..”

Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Mencoba memejamkan mata namun tak sanggup, mencoba menikmati pemandangan sekitar itu tak mungkin lagi. Sesekali aku beranjak dari ponco yang kujadikan alas tidur itu, untuk melihat kondisi teman teman Tim Statistik yang berada di dalam ruangan pemancar, maupun yang tidur sekenanya di bawah naungan bintang gemintang. “Syukurlah, mereka masih baik baik saja”, gumamku dalam diam. Terlihat Aryono sudah tak berbentuk, entah dia memakai jaket berapa, plus sleeping bag, dan ponco yang sengaja aku lilitkan untuk menahan angin dari tubuhnya, membuatnya lebih mirip seonggok sampah daripada manusia yang sedang tertidur. Aku tak melihat Mas Catra, Mas Afri, dan Mas Angga Desti, aku tak terlalu cemas, mereka mungkin bisa bertahan dalam cuaca yang “baik” ini. Setelah menata “tempat tidur”, aku mencoba merebahkan tubuh ini sebisanya, sekadarnya, sekenanya. Alih alih ingin memejamkan mata, yang ada malah mengingat ingat apa yang telah terjadi dari pagi sampai malam hari ini..

Sabtu, 5 Oktober 2013.
Hari ini ada yang tidak beres, aku sepagi ini, lebih pagi dari alarm yang biasanya menjadi pengantar di pagi hariku. Dengan mengambil tas daypack yang telah kuisi dengan kotak P3K, aku bergegas pergi menuju kontrakan temanku. Setibanya, aku melihat Carrier setinggi separuh tubuhku itu menanti untuk dipanggul. Kulihat teman teman yang lain juga menyibukkan diri mempersiapkan barang bawaan mereka. Tanpa banyak drama, aku menuju GSG Undip, tempat yang dijadikan titik awal pemberangkatan yang telah dijanjikan, dan menunggu teman teman yang lain datang.
Setibanya disana, sudah ada Rasyid dan truk, Mas Agung Waluyo, dan beberapa cewek yang mengerumun menyendiri di bawah pohon. Aku melihat Ransel mereka semua terisi penuh, semoga saja mereka semua membawa peralatan yang ada dalam daftar barang yang telah kuberikan. Sambil mondar mandir dan menjarkom teman teman yang lain, mereka satu per satu datang dan kelewat dari batas waktu yang telah ditentukan. Ah, memang budaya kita dimana janjian jam 7 akan datang satu jam setelahnya. “Ayo kumpul sebentar buat briefing, cepetan!” , teriak Ariyo kepada temen temen yang lain. Setelah semua berkumpul, briefing,  dan dengan semangat yang masih utuh, kita berangkat.
Merbabu! Itulah tujuan kita dalam perjalanan kali ini.

Senin, 05 Agustus 2013

Ngawur Menjelang Pagi

Mulai ngeblog lagi. Menghidupkan kembali hasrat untuk berbagi melalui sebuah tulisan. Untuk postingan kali ini, saya akan mengusung tema masa masa SMA. Asal nulis aja sih. Keep Writing, Keep Sharing, and Keep Inspiring. Salam Pena Biru.

6 Agustus 2013, Samir yang menggantung bebas di sudut kamar.
Samir itu menggantung dengan manis di sudut kamar, membungkam semua kegundahan melalui sebuah kenangan. Ah, masa masa itu... Kalau kamu lewat lapangan tengah Smansapa aku masih sering memandangi senyummu dibalik pintu berteralis. Saat itu kamu masih manis. Saat saat itu, aku belum sering belajar karena aku masih belum tau bahwa aku bakal gak lolos seleksi SNMPTN Undangan, dimana 22 ranking tertinggi di kelas bisa ikut seleksi dan aku ranking 23. Saat itu, saat saat dimana melarikan diri dari pelajaran adalah hal yang keren tapi sebenernya sangat gak keren sama sekali. Saat dimana pamit mau belajar kelompok, nyatanya malah main PS di rental sebelah Lapas.  Saat saat dimana video bokep masih disimpan dengan nama "Bapak Titip". *eh *ngelantur. Lupakan.

Oke, niatnya mau bahas perjuangan semasa SMA buat mendapatkan samir yang dikalungkan oleh Kepsek (sekarang udah enggak) beberapa tahun yang lalu itu. Tapi yang ke-review dari masa masa SMA malah hal hal yang sebenernya malah gak patut diceritakan. Ya, namanya juga anak SMA, nakal itu wajar. Tapi kalau nakal sama orang tua, itu kurang ajar. Perjuangan buat ngedapetin samir itu sebenernya cukup mudah sih, kamu cukup ikut perpisahan sekolah aja, DAN LULUS UJIANCUK NASIONALCUK. hehe.

 Ngomong ngomong tentang UN, ini adalah momok bagi beberapa siswa kelas 3 SMA yang niat sekolah (kemudian saat itu aku jadi niat sekolah). Dimana anak anak kelas XII pada rajin belajar sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Dimana anak anak kelas XII, pada rajin berdoa dan memohon kepada Tuhannya sendiri sendiri. Dimana musholla sekolah selalu penuh oleh anak kelas XII, banyak sekali yang berdoa, namun ada juga yang numpang nilap. Dimana anak anak kelas XII pada les privat di bimbel bimbel ternama. Haha, iya, mereka semua pada ribet gara gara Ujiancuk Nasionalcuk. Padahal mereka bukan anak BEM. Entah kenapa event yang satu itu merubah sikap maupun perilaku sebagian besar anak anak kelas XII. Mereka yang mulanya cerewet jadi agak pendiem, mereka yang pendiem apalagi. Mereka yang mulanya hobi nongkrong di kantin, nongkrongnya pindah di musholla. Mereka yang hobinya nilap, tetep aja sih masih nilap. Hehe. Ah, kasian temen temenku, mereka menipu hidup mereka sendiri dan terjebak dalam kemunafikan. Aihh gayanee. Ah, tapi itu usaha mereka dan ini pendapatku. Seng gak setuju rene geger gegeran dan asu asuan karo aku. Haha, canda.

Tapi asli, bener bener jancuk menteri Pendidikan itu. Kenapa harus ada Ujiancuk Nasionalcuk, dan kenapa saat saat itu Andhika Kangen Band masih suka gonta ganti pasangan. Eh maaf. Ini membuat saya seolah seolah sekolah tiga tahun gak ada artinya. Ini seakan akan memperbolehkan bahwa Nilap aja sak senengmu, mbolos aja sak puasmu, asalkan pas Ujian Nasional dirimu hadir. Haha. Masalah lulus apa enggak, itu mah urusan belakangan. Yo pora cuk? Haha, matamu kui cuk. Enak banget nilap nilap, mbolas mbolos, ujug ujug lulus dengan nilai UN yang tinggi. Wes wes, ayo fokus lagi. Ya, rasa rasanya saya sekolah tiga tahun hanya dipertaruhkan hanya dengan empat hari, di dalam ruangan kelas sambil mumet mumet ria ngerjain soal ujian. Ini jelas jelas tidak adil, ini jelas jelas tidak adil. Jelas jelas tidak adil bagi murid pekok seperti saya dan temen temen saya yang pekok lainnya. *nengok kebelakang, ternyata cuma aku yang pekok*. Bagaimana bisa menteri pendidikan hanya mementingkan hasil tanpa menilai sebuah proses. Ada murid yang pintar, anaknya rajin, dongane kenceng, tapi pas ujian nasional tiba tiba jempolnya terkilir gara gara ngetwit galau UN, dan gagal ikut UN terus gak lulus. Ini adalah contoh bahwa pinternya mubadzir, nasibnya kurang baik menjelang UN dan mengakibatkan gagal lulus. Sementara ada murid yang pekok, hobinya nilap, sekolah tak mau, dikeluarkan pun segan. Namun pas ngerjain UN pake metode ngitung kancing aja bisa lulus meskipun dengan nilai pas pas.an. Haha, jancuk kan? Pentingnya sebuah proses, banyak orang pintar tapi perilakunya pekok. Banyak orang pekok tapi perilakunya baik. Banyak orang pintar dan perilakunya baik. Dan gak sedikit juga orang yang pekok tur kelakuannya nambah mekok mekoki. Dengan adanya UN, kan semuanya dituntut untuk pinter dalam 4 hari saja tanpa memandang 'daleman' dari orang yang dituntut untuk pinter tersebut. Makanya ada Gayus, makanya ada Nazarrudin, itu karena Indonesia berkali kali meluluskan orang yang pinter, tapi perilakunya pekok. Kepintaran mereka tak digunakan untuk kebaikan, tapi malah kepekokan yang merugikan. Apalagi jika meluluskan orang yang pekok, kelakuannya pekok lagi, (yang keliatan pinter cuma selama pelaksanaan UN doang), mau dibawa kemana Indonesia dengan generasinya yang 'kelihatan' pinter pas pelaksanaan UN  doang ini? Hehe

Ya saya semasa SMA adalah meliputi apa yang semua yang saya tuliskan kecuali yang nyimpen bokep dengan nama folder "Bapak Titip". Saya orangnya pekok, kelakuannya pekok, yang tiba tiba pinter satu minggu pas pelaksanaan UN. Yang penting butuh generasi pinter, dengan perilaku yang baik, namun asal asalan juga gak papa karena gak ketahuan. Kita seharusnya merubah sistem tersebut. Mbah mbahku itu dulu orangya asli pekok, bahkan lebih pekok dari aku yang sekarang, tapi beliau berjiwa besar perilakunya baik dan mau diajak ke arah yang lebih baik. Itulah alasan kenapa bambu runcing sanggup mengalahkan kumbang besi ala meniir meniir belanda dan memerdekakan Indonesia. 

Lalu, dengan apa UN harus digantikan??? 


Itu adalah pertanyaan yang sempat terlintas waktu SMA saat stress mikirin UN. Semoga pembaca bisa menjawab.